witch hazel

witch hazel

Saturday, 19 June 2010

Ini trisemester kedua saya hibernasi. Sementara berhenti berfikir, mencambuki keseharian dengan aturan tengat waktu yang ketat, tidak merelakan diri dibudaki consensus dan regulasi sebuah institut pendidikan, pernak pernik akademisi, obrolan singkat waktu istirahat, dan tanggung jawab lainnya sebagai mahasiswa.

Homo absentia.

Saya mengisi spasi dengan kegiatan yang saya suka. Kebanyakan dari itu menyakiti orang yang saya sayangi, setidaknya membuat saya merasa total bersalah. Karena aktivitas tersebut biasanya menyeret kebohongan serta. Menyadari saya tidak sholat saja orang tua saya yakin mereka resmi jadi penghuni neraka, apalagi mereka tahu saya bersama orang yang saya sayang. Bersama dalam makna ya bersama sama twenty four seven. Jadi meskipun aktivitas saya tidak masuk kategori anonoh, tetap saja hubungan sebab akibat kebersamaan saya dengan kekasih saya itu akan loncat-loncat dikepala mereka sampe mereka kejang dan masuk ICU.

Sepanjang waktu saya rehat ini, saya lahirkan saudara kembar saya, sebutlah dalam bahasa kerennya alter ego. Dengannya saya berdebat, ludah meludahi, jambak menjambak, dia orang pertama yang menampar saya dihadapan orang banyak saat saya berbohong. Dia juga sosok yang paling antusias dengan ide ide saya. Sebaliknya, ia lebih sering lagi mengolok olok melihat saya mengkeret menghadapi hidup, dan mempecundangi saya dengan jempol, bukan jari tengah. Konstruksi pikiran dia tidak sama dengan orang kebanyakan. Saat dia memaki, nama binatang jauh dari daftar kata benda yang akan terlontar, ia lebih memilih kata yang bagus menurut kita, seperti ‘biarawati!’ atau ‘ahai, batu rubi!’ begitu. Aneh ya? Saking anehnya saya anggap itu sebagai pujian. Well, dia tidak berkutik mengenai hal yang paling hakiki dari hidup saya. Dia balik mengkeret ketika lupa bahwa saya memegang teguh suatu janji. Yang sayangnya hanya saya dan dia yang tahu, kamu boleh tambahkan tuhan. Jika kamu betul-betul percaya keberadaannya. Dan sebelum saya lupa, saya beritahu saja sekarang. Namanya TIADA. Dia yang memilih nama itu sendiri, jangan komentar. Saya sih lebih suka nama yang lebih ekstrim seperti belati atau granat, setidaknya bambu. Apalah yang penting metaforis. Tapi dia ya begitulah. Tebak saja lebih jauh. Saya terlalu mengenal dia lebih dari mengenal diri sendiri.

Kali ini dia marah sama saya.

Karena saya tidak bisa enteng menerima keputusan lelaki kesayangan saya akan hidupnya sendiri.

Saya tidak mencantumkan ‘kita berdua’ atau ‘kami’. Karena saya mahluk berwujud mewaktu dan meruang. Sehingga dua kata dengan apostrophe diatas itu belumlah didaulat ruang dan waktu. Mungkin tidak akan, meski nanti keabstrakkan perasaan dirumahkan oleh lembaga pernikahan.

Dia mencibir saya sekarang, tepat sekarang saat saya menuliskan tepat sekarang. Menurutnya saya tidak mandiri. Sepertinya dia lupa, dia juga sangat tidak mandiri. Dia tidak ada seperti namanya, jika saya sendiri tidak ada. Aneh orang itu. Sampai sekarang dia tidak tahu jenis kelaminnya apa. Bantuan dari saya pun tidak mau ia terima. Ereksi menyulitkannya bergerak, dan bra mengganggu kebebasannya. Jadi dia masih aseksual. Dia setuju kita mengadakan selametan jika kelak dia putuskan jenis kelaminnya. Terserahlah. Sedari dulu dia memang warga yang bebas.

Setelah mencibir, dia teriak ditelinga saya ‘suster!!’ karena sedang menulis saya biarkan saja. Konsep mencintainya beda dengan konsep saya. Biarlah.

Susah juga punya alter ego ya. Tidak seperti DVD yang kita bisa tekan ON atau OFF. Dia terus menerus ada. Bermimpi maupun terjaga. Terminologi ‘kenyataan’ pun bergeser dan bergerak semakin out of focus sekarang. Apapun yang kita yakini bisa berubah setiap saat. Pegangan kita sewaktu waktu lepas. Jadi, keluar dari penjara kesoktahuan agaknya ada baiknya.
Saya sediakan waktu untuk lelaki kesayangan. Saya bicara mengenai keadilan disini. Pasal pasal mencintai tidak kaku dan semengikat hukum manusia diujung palu. Tetapi hukum dan jeratnya lebih sengsara dari penjara. brrrr.. Bikin bulu kuduk meregang tinggi. Disini saya cemas sebetulnya, entah dimana kapan, yang saya lakukan sekarang akan dalam dirindukan. Daripada sibuk membayangkan, hingga puncak melankoli, maka saya selesaikan tulisan, melanjutakan buku yang sekarang sampai dihalaman 257, dan pergi malam mingguan beberapa jam lagi. Bertiga, Lelaki kesayangan, Saya dan Tiada. Tidak tertutup kemungkinan ada yang lain, siapa tahu? Saudara imajiner saya belum berkenalan dengan alter ego lelaki saya. Mungkin ada. Mungkin tidak. Biar mahluk mistikal lain saja yang tahu. Saya ada dilist paling terakhir :)