witch hazel

witch hazel

Thursday, 26 August 2010

PADA SYAHRAZAD




nachtwey tak mengelak, ada perang dalam perang. dahsyat, terdahsyat bukan yang matanya lihat, namun jauh didalam tempurung antara otak dan nuraninya. pun ia, tak juga mampu mencetak diatas kertas, rasa. gambar begitu terbatas bingkai dan lensa tak pernah cukup bening.
 
karl may dengan yakin duduk dikursi kamarnya dan surat menyurat, pengalaman inderawi tak kuasa menggodanya keluar ruang dan mencicip kehidupan. kacamata personal dikumpulkan satu per satu dalam satuan waktu ke dalam satu berkas tebal. pun catatan, berubah sesuai kuasa tangan, kuasa ruang serta waktu.

yang gila, yang belum sepenuhnya terjaga dari lelap, syahdan bebas dosa. dali memulas kuas bersikukuh menggelar pasal dan ayat mengenai cairnya periode. pasang surut yang sadar dan yang tidak, atau keadaan diantaranya. ia bubuhkan warna, diantara dogma. dan ekspektasi begitu kentara jelas, ia tak ingin wilayah itu berakhir abu-abu. spektrum warna lain dipaksa lahir dari jemari yang menari di atas kanvas.

goldin yakin bahwa yang Ada, bersarang dari satu ruang intim. seperti semua tahu dialektika ovum dan sperma, maka ia rumahkan sebuah gejala. kemudian diagnosa membeku. apa yang diam  tersembunyi antara rahasia dan realita? ceriwisnya sebuah kesunyian. itu yang bertubi-tubi ia bicarakan, dalam esai panjang, tanpa kata-kata.

ahli nujum dan komentator bola. menata tabir diatas meja makan malam. manusia begitu mendamba keniscayaan. tak pernah sabar menunggu sesuatu yang pasti akan datang. disitu kubrick duduk dimimbar disaksikan umat yang ketakutan. kecerdasan ontologisnya menghipnotis berbagai kalangan. bola mata berikut sejumput serabut otak garda depan. decak kagum instalasi manusia dan perempuan manequin. premanisme yang vandal. wig, penjahat dan efek jera yang letoy. usaha berat untuk membungkus demonstrasi dengan  kertas kado rumit tapi cantik. khalayak umum, dibuat keringat dingin dan emosi.

mungkin kala itu fatmawati hanya ingin menjelujur dua kain menjadi satu. selain melahirkan, dan rela dimadu. dalam horizon hidupnya yang dibingkai batas, ia ternyata mampu menjadi ahli waris atas hak cipta bendera sebuah negara.

diluar sekat yang membatasimu, bisa jadi mereka yang tak mau diketahui personanya memberi dan melakukan banyak untuk dunia. setia hadir menjadi ruang kosong seperti  gelas atau daun pintu. agar air bisa terus dituang untuk leher yang kerontang, dan segala yang hidup lalu lalang melintas perbatasan antara luar dan dalam.

sementara itu, ada yang terus membelakangi pura-pura tidak melihat serta menutup telinga erat hingga kedap.

Monday, 23 August 2010

rumah tangga narja

apa cita cita kamu, narja yang manis?

jadi pembantu rumah tangga, tante.

hah? *shock* kamu becanda kan sayang..

enggak tante, sungguh.

kenapa?

karena aku suka mandi.

loh, apa hubungannya?

tante ngga suka kan badannya lengket?

tentu tidak dong, anak cantik..

rumah juga sering curhat sama aku dia gatel dan lengket.
aku mau mandiin dia terus.

maksudnya, sayang? ah, kamu sedang berkhayal ya? mungkin karena kamu baru pindah rumah kali yaa.. nanti tante sering maen ya supaya kamu ngga kesepian, tikcantik.. dan kata mama, ruang dilantai tiga akan dijadikan studio ballet kamu ya? besok tante dateng ya, mau liat dekorasinya nih..

jangan tante, besok waktu aku keramas.

terus kenapa?
kita bisa ketemu setelah kamu keramas kan?

rumahnya mau aku keramasin juga.
barusan, katanya dia kegatelan..
(..)menurut beberapa saksi mata dari fenomena mati suri, di alam yang berbeda itu semua manusia berwajah serupa.(..)

dan bahkan saksi mata masih dapat mengidentifikasi wujud mereka sebagai manusia?

dan jika kesaksian tersebut nanti bisa kita verifikasi.
sungguh, ponds dan maksara hanya jadi perkara buang uang.

janji primordial kurang akur

apa lagi yang kau takuti?

banyak.

apa?

kecoak.

itu sudah kau sebut diawal!

oh iya, hmm. perawan tua.

kau bahkan tidak lagi perawan, jauh sebelum kamu bisa mengingat.

oh iya yah.

pamanmu iseng dikali dulu. mungkin kau lupa.

oh. iya ya.

apa lagi?

menjadi kaya.

ayo apalagi?

jadi sarjana.

terus?

bisa main piano.

lalu? kok diem. sebut aja terus.

iya, ini lagi mikir.
mungkin, hmm mengetahui rahasia.

untuk ketakutanmu saja kau ragu, apalagi keinginanmu? yak, lanjut!

takut dilahirkan.

kenapa?

mmm.
ya, namanya juga ketakutan.. kan biasanya aneh aneh.

iya!! tapi kenapa?!

mau lanjut kejawaban berikutnya?

jawab dulu!!
heh! kok diem aja?!
jawab!!
kenapa?

KARENA KALAU AKU DILAHIRKAN, SEPERTI SEMUA WARGA SINI TAHU AKU AKAN BERJODOH SAMA KAMU.
AKU LEBIH BAIK DISINI TIDAK PERNAH LAHIR, DARIPADA MENGHABISKAN WAKTU DINERAKA BERSAMAMU!!



kenapa kau tak berhenti memandangi bokongku?

aku berjalan dibelakangmu, dia yang ada tepat didepanku!

berhenti! kau membuatku geram!

silakan berjalan mundur.

ahh berani membangkang kau, bocah!

kalau begitu mari belajar berdiri seperti manusia.
agar tengkukmu yang kulihat saat kita menapaki jurang.



wawancara antara dua orang yang satu.

seandainya saja saya punya kesempatan untuk tidak betul betul menjadi pecundang.
saya pasti tidak lagi punya keinginan ekstravagan untuk menculik kehidupan dan menguncinya dalam potrait.
saya pasti sudah sangat kehabisan waktu menikmati alam dengan mata telanjang.
tidak ada keinginan untuk memindahtangankan wajah cantik kehidupan, karena saya juga pasti sudah sangat kaya. berduit maksudnya.
jadi jika saya cerita tentang perjalanan fisik saya mengelilingi globe sungguhan, saya tidak perlu menunjukkan foto pada mereka yang bertanya lebih lanjut.
hanya tiket. pulang. pergi.
agar yang melempar pertanyaan bisa menelan panorama langsung dari bola matanya sendiri.
tak peduli berapa banyak orang yang bertanya.
tak peduli berapa lebar dunia.

kesempatan apa?

untuk berani.
bersedia durhaka.
hengkang angkat kaki.
mulai mengimani, entah apa yang setia menuntun dari dalam sini, suatu tempat yang tak pernah bisa orang lain lihat.

Sunday, 22 August 2010

Saturday, 21 August 2010

kepada Kei Aozora.

karena, kita sama-sama sinderala.
sayang,
ada nama dan keping wajahmu:
dalam tiap pulas sapu yang menyentuh lantai.
dalam tiap debu yang terusir kain pel berkarbol.
dalam tiap buih busa deterjen diember rendaman baju kotor kami.
dalam tiap oseng tumisan sayur segar bercampur daging has dalam.
dalam tiap hela keringat saat bercocok tanam dikebun kami.
di akhir perundingan damai dengan dunia konsekuensi dan kausalitas, akhirnya kutemukan sedikit saja harapan.

berjanjilah menyanggah jika terdengar konyol, dengan intelektualitas bak cendikiawan aku rasa kita berdua ini adalah pemberontak radikal lengkap dengan femininitas dan anti feminis.
karena sungguh kamu merindu kerajaan patriarkis absolut, begitu juga aku.
walau jauh dari cukup, keberadaan yang mengelilingi terus ditepis secara konstan dengan lengan. kemapanan dimata kita seperti batu yang dijatuhkan dari tebing tepat kearah kita dibawah lembah. dan kita terus menangkis yang mereka di luar sana ais, kejar, sembah layak berhala.
kita yang congkak, angkuh.
menengadah tak menunduk dan terus melawan. kemapanan.
dengan cara apa? pertanyaan itu berkecamuk liar dibenakmu, bukan?
sederhana saja.
dengan terus menerus dan terus menggapai yang ideal.
melukis cita rasa citra diatas kanvas yang tak lagi bisa dilucuti apa saja warna yang tergores, tersiram, terciprat, tertuang, terludah dipermukaannya :
menggambar wajah lelaki.
yang kita berdua begitu yakini, ia tidak akan pernah ada.
energi yang tidak akan pernah terlahirkan (untuk menemani cahaya ini yang meredup seperti kunang-kunang menjelang fajar) meski dikonstelasi jagat seratus juta tahun cahaya jauhnya dari tangan kita yang kapalan.

mengapa kita bergulat keji melawan bayangan kita sendiri diatas ring kecil, disekelilingi kawat listrik, pelik, hingga darah tak lagi tangis?
karena sampai atom terkecil, secara kromosomik kita berdua terus berjuang menghukum diri sendiri. akibat merasa tak layak mendapat semua yang kita genggam sekarang, apalagi setelah melewati pintu servix ibu dan mama dulu dan akibat yang menyusul dibelakang, sesal, rasa bersalah.
melanjutkan janji primordial, kita mengamini meyakini utopia, cita akan cinta yang ternyata hanya ada diatas kertas dibantu pena.
dia tidak akan pernah ada, sayang.
mengapa tidak kita bangun dan bertatap muka dengan alam dibalik sadar?
pelototi lelaki yang tepat didepan mata.
lucuti atribut kosmetiknya.

masih mampukah kita mencintai tanpa persyaratan?

jika iya, mungkin saat itu adalah hari lahir kita yang sebenarnya.

di luar sana, manusia menunggu persalinan ibu dan mama.

sementara sampai saat ini kita masih bungkam dalam cairan amnion. yang ternyata lebih nyaman dari yang mereka semua bilang. dan kita terus melawan, entah pada siapa dan untuk apa.

aku sayang kamu.
maka dari itu, ayo kita keluar.
s e k a r a n g!


I
am
sorry,
i
am
more
than
just
a
girl.

I have two things on my to-do list:
to love
and
to love.
 
And there’s only a word for the way society sees bodies : insane.

There is much to be learned from the beasts.
Herewith i lay, holding their Post-mortem Knives.
Deru laju, gerak deras suatu arus:
Meracun.
Menyerpih.
Menjagal.
Pengemasan latar belakang yang intelek.

Wednesday, 11 August 2010

jalang


selamat siang perempuan manis.
saya suka melihat kamu sengsara.
mengutuk diri.
menghujat lelaki.
berkaca bertanya apa yang salah darimu.
kamu akan tetap beberapa langkah dibelakang.
begitu manisnya menyaksikan persaingan.
sedang disini saya bersantai menonton sambil makan berondong manis.
kamu begitu seru seperti adegan pembunuhan dilayar lebar.
teruslah berharap bisa menjadi saya.
silakan membandingkan.
saya sukaa!
silakan bunuh saya dengan kebaikan.
jangan berhenti merasa kecil.
supaya saya terus toyor kamu dari depan belakang.
sesekali menampar dipipi kanan.
kamu menyedihkan, untuk itu kamu selalu menarik untuk jadi tontonan.