saat mencengkeram leher. mengerang pendek. sedikit melenguh. menjambak rambut. mendekat. menjauh :
kamu dihadapanku, tetapi dia bercokol kuat dikepalaku.
pagi ini hidungku begitu rindu menghirup harumnya, yang semalam menempel dilenganku.
Friday, 9 July 2010
I pray
to nobody
to noone
to nothing
:
love
would
eventually
grow
on trees.
Nama belakangku nanindra. Kau tahu orang eropa begitu kaku dan hanya memanggil nama belakangmu dan menambahkan sedikit nona atau nyonya. Nama itu aku suka mendengarnya saat diucap.
Dra membuat bibirmu tidak terkatup, begitu pula Nin, dan tentunya Na.
Huruf vokal begitu lantang terdengar dan mulutmu tidak dibungkam paksa.
Meski menjijikkan untuk kau dengar, biarlah, tapi aku selalu sedih saat satu kata yang diucapkan orang mengandung konsonan B, F, M, P, V, W.
Bibir mereka seperti diperintah kawin paksa. Dan suara yang terdengar juga memutus alunan yang bagus.
Cobalah sendiri kalau kau tidak percaya.
Call me freak, i don’t mind.
Dalam sansekerta, nama belakangku punya arti&makna yang bagus.
Menghindari salah kaprah, lebih baik kau browse saja.
Disini aku tidak mau menjabarkan artinya.
Orang tuaku bahkan begitu mengimani makna dari keseluruhan nama anaknya, dan yang menguntungkan adalah.. Mendapat banyak pengecualian dan pemaafan.
Terjaga hingga larut malam, bekerja hampir 24 jam, dan perkara penting lainnya, karena nama dan takdir mereka memaafkan.
Menyenangkan ya punya orang tua yang bertanggung jawab atas tindakan.
Begitu siap akan konsekuensi.
Cermat menghitung resiko.
Dan begitu eropa.
Jadi salah siapa kalau aku ini suka duduk ngangkang?
Saturday, 19 June 2010
Ini trisemester kedua saya hibernasi. Sementara berhenti berfikir, mencambuki keseharian dengan aturan tengat waktu yang ketat, tidak merelakan diri dibudaki consensus dan regulasi sebuah institut pendidikan, pernak pernik akademisi, obrolan singkat waktu istirahat, dan tanggung jawab lainnya sebagai mahasiswa.
Homo absentia.
Saya mengisi spasi dengan kegiatan yang saya suka. Kebanyakan dari itu menyakiti orang yang saya sayangi, setidaknya membuat saya merasa total bersalah. Karena aktivitas tersebut biasanya menyeret kebohongan serta. Menyadari saya tidak sholat saja orang tua saya yakin mereka resmi jadi penghuni neraka, apalagi mereka tahu saya bersama orang yang saya sayang. Bersama dalam makna ya bersama sama twenty four seven. Jadi meskipun aktivitas saya tidak masuk kategori anonoh, tetap saja hubungan sebab akibat kebersamaan saya dengan kekasih saya itu akan loncat-loncat dikepala mereka sampe mereka kejang dan masuk ICU.
Sepanjang waktu saya rehat ini, saya lahirkan saudara kembar saya, sebutlah dalam bahasa kerennya alter ego. Dengannya saya berdebat, ludah meludahi, jambak menjambak, dia orang pertama yang menampar saya dihadapan orang banyak saat saya berbohong. Dia juga sosok yang paling antusias dengan ide ide saya. Sebaliknya, ia lebih sering lagi mengolok olok melihat saya mengkeret menghadapi hidup, dan mempecundangi saya dengan jempol, bukan jari tengah. Konstruksi pikiran dia tidak sama dengan orang kebanyakan. Saat dia memaki, nama binatang jauh dari daftar kata benda yang akan terlontar, ia lebih memilih kata yang bagus menurut kita, seperti ‘biarawati!’ atau ‘ahai, batu rubi!’ begitu. Aneh ya? Saking anehnya saya anggap itu sebagai pujian. Well, dia tidak berkutik mengenai hal yang paling hakiki dari hidup saya. Dia balik mengkeret ketika lupa bahwa saya memegang teguh suatu janji. Yang sayangnya hanya saya dan dia yang tahu, kamu boleh tambahkan tuhan. Jika kamu betul-betul percaya keberadaannya. Dan sebelum saya lupa, saya beritahu saja sekarang. Namanya TIADA. Dia yang memilih nama itu sendiri, jangan komentar. Saya sih lebih suka nama yang lebih ekstrim seperti belati atau granat, setidaknya bambu. Apalah yang penting metaforis. Tapi dia ya begitulah. Tebak saja lebih jauh. Saya terlalu mengenal dia lebih dari mengenal diri sendiri.
Kali ini dia marah sama saya.
Karena saya tidak bisa enteng menerima keputusan lelaki kesayangan saya akan hidupnya sendiri.
Saya tidak mencantumkan ‘kita berdua’ atau ‘kami’. Karena saya mahluk berwujud mewaktu dan meruang. Sehingga dua kata dengan apostrophe diatas itu belumlah didaulat ruang dan waktu. Mungkin tidak akan, meski nanti keabstrakkan perasaan dirumahkan oleh lembaga pernikahan.
Dia mencibir saya sekarang, tepat sekarang saat saya menuliskan tepat sekarang. Menurutnya saya tidak mandiri. Sepertinya dia lupa, dia juga sangat tidak mandiri. Dia tidak ada seperti namanya, jika saya sendiri tidak ada. Aneh orang itu. Sampai sekarang dia tidak tahu jenis kelaminnya apa. Bantuan dari saya pun tidak mau ia terima. Ereksi menyulitkannya bergerak, dan bra mengganggu kebebasannya. Jadi dia masih aseksual. Dia setuju kita mengadakan selametan jika kelak dia putuskan jenis kelaminnya. Terserahlah. Sedari dulu dia memang warga yang bebas.
Setelah mencibir, dia teriak ditelinga saya ‘suster!!’ karena sedang menulis saya biarkan saja. Konsep mencintainya beda dengan konsep saya. Biarlah.
Susah juga punya alter ego ya. Tidak seperti DVD yang kita bisa tekan ON atau OFF. Dia terus menerus ada. Bermimpi maupun terjaga. Terminologi ‘kenyataan’ pun bergeser dan bergerak semakin out of focus sekarang. Apapun yang kita yakini bisa berubah setiap saat. Pegangan kita sewaktu waktu lepas. Jadi, keluar dari penjara kesoktahuan agaknya ada baiknya.
Saya sediakan waktu untuk lelaki kesayangan. Saya bicara mengenai keadilan disini. Pasal pasal mencintai tidak kaku dan semengikat hukum manusia diujung palu. Tetapi hukum dan jeratnya lebih sengsara dari penjara. brrrr.. Bikin bulu kuduk meregang tinggi. Disini saya cemas sebetulnya, entah dimana kapan, yang saya lakukan sekarang akan dalam dirindukan. Daripada sibuk membayangkan, hingga puncak melankoli, maka saya selesaikan tulisan, melanjutakan buku yang sekarang sampai dihalaman 257, dan pergi malam mingguan beberapa jam lagi. Bertiga, Lelaki kesayangan, Saya dan Tiada. Tidak tertutup kemungkinan ada yang lain, siapa tahu? Saudara imajiner saya belum berkenalan dengan alter ego lelaki saya. Mungkin ada. Mungkin tidak. Biar mahluk mistikal lain saja yang tahu. Saya ada dilist paling terakhir :)
Thursday, 17 June 2010
Hari ini saya terlalu struktural dan ilmiah.
Mungkin saja saya lupa bahwa itu terjadi dari dulu sampai sekarang. Sehingga hari ini sedikit tidak relevan.
Saya sadari itu saat berada dalam kecepatan sedang yang stagnan diatas argo parahyangan. Saat itu mata saya sedang dipaku pada paragraph dari buku setebal 684 halaman. Menyusuri maksud dan tujuan yang tidak memakan banyak usaha untuk sampai keotak. Dan mungkin karena plot yang sudah nampak jelas dan tantangan yang mengendur membuat sesekali pandangan mata naik, lurus kearah jendela. Hijau dan gerbong kereta. Udara sejuk menambah sentiment jadi tinggi. Saat itulah saya mengakui. Saya ini perempuan yang keilmiahannya keterlaluan. Kemudian saya lirik mata kekiri, sungguh kasian lelaki saya yang sedang nyenyak tidur sampai menganga. Sungguh, saya menatapnya penuh sayang sekaligus iba. Nampaknya ia kenyang disuapi struktur dan pola pikir ilmiah.
“Kamu terlalu takut lengket..”
Pernyataan itu dibuatnya beberapa waktu sebelum ia tidur yang kemudian saya mulai serius membaca buku. Berbagai jenis sanggahan dan otokritik siap jatuh bebas dari bibir, tapi urung terjadi. Sebagai anak muda yang tidak ingin lupa dengan asal usulnya, saya rasa mengadaptasi para perempuan jawa ada baiknya. Saya hanya tertegun dan diam. Baginya sama saja dengan angguk setuju, mungkin. Tapi disitu sebenarnya saya menunjukkan, setidaknya pada diri sendiri, saya mencintainya. Tidak sekedar kata-kata belaka.
Konsekuensi adalah akibat seperti asap. Dalam perihal yang sedang terjadi yaitu lengket. Kesadaran akan api sebagai agen penyebab. Dalam kasus ini adalah membuka kontainer kopi sembarangan. Kesadaran yang menyala terus menerus harus diakui melelahkan. Tapi seperti sulitnya ulangan, hasil rapot memuaskan akan kita terima diakhir semester. Adakalanya bermain dan lepas dari superego harus dilakukan, seperti Eclipse yang menyalip Norwegian wood, disitulah letak permainannya. Secara sadar nafas zen dilepas untuk mereguk udara roman murahan. Kata apalagi yang lebih bersahaja selain itu, saat yang seharusnya tersembunyi bisa kita intip? Apapun dari setiap perjalanan. Alam tak selamanya ramah berjabat tangan. Tidak mesti sekuat perisai. Hujan bukan ancaman, tetapi adalah konyol saat yang diprediksi betul terjadi. Jika menghindari ketergangguan tak lain dari kaku, katakan tepat dihadapanku mengapa tulang ada didalam dagingku? Jika darah tidak boleh beku, mengapa gigiku begitu kuat?
Kita adalah dialog tanpa ujung. Meski tak selamanya mengenai dialektika.
Struktur dan kausalitas bisa jadi bahaya laten bagi kebebasan. Rasionalitas usang.
Saat seorang perempuan mendaulat diri sebagai Homo Saphien, katakan (lagi) apa yang harus dilakukan saat semesta menggodanya bertanya, berfikir, dan berbuat?
Saya tetap diam. Sekaligus berbicara tanpa berhenti.
Mencintai mengajarkan saya melihat dunia.
Dunia yang bersolek mengajarkan saya wajah paradoksa.
Mencintai diri sendiri mengajarkan saya melukai orang lain.
Melukai orang lain mengajarkan saya kebencian.
Melukai diri sendiri mengajarkan saya tidak bisa mencintai orang lain.
Lagi-lagi menyepakati Noble Silence.
Lagi-lagi menundukkan kepala kepada para tuna wicara.
Monday, 14 June 2010
the picture you are seeing, is one of uncountable reasons why i always wanting to be there. not here.
Sunday, 13 June 2010
bandung. sabtu sore. dua motor. empat anak seperempat abad.
jawaban general untuk mengeneralisir pertanyaan general: "hey, sibuk apa sekarang?" "menikmati hidup"
titik. sakit, miskin, lapar, dan takut. elemen yang begitu mudah muncul namun ternyata tak begitu mudah kita selesaiperkarakan. hingga harus dikatakan, tenggelam dalam roman, terhipnotis film, dan mencari simpati dilagu orang, itu semua menyenangkan. dan juga chardonnay dingin. lux. terhitung 4 tahun yang lalu anggur putih itu terakhir diseruput. sepertinya perihal yang tadi disebut itu benda mati yang begitu bisa mengerti kita. meski lagi-lagi, sementara sifatnya.
tapi, siapa yang masih mampu belagu menceritakan teori keabadiaan, jika katanya mabuk itu tak lain dari kesementaraan?
kematian bisa saja begitu singkat, dan keabadian itu terlalu sebentar.
Friday, 11 June 2010
Suatu kerajaan, dimana megalo - patriarka bercokol berkuasa.
Ketika alfabet merah muda
Mengisi kertas hitam
tuan muda.
Sekonyong-konyong kuda-kuda saya yang dipaksa kuat, sempoyongan. Sengatan listrik mendera bagian dari diri. Yang sembunyi terselubung. Karena rentan. Selepas ia berujar singkat, rahasia sakti tersingkap. Tanpa tata karma ia memasuki pentagon saya. Saya tidak bilang terobos, karena tidak ada pemaksaan dan tidak terjadi kekerasan fisik. Tetapi pada suatu malam, disuatu motor, disuatu tempat sebutlah antah berantah. Komentar singkatnya itu memporakporanda bagian paling inti, inti dimana didalamnya ketakutan menyejati. Tetap saja ia berujar sekedar. Mungkin berkelakar.
Celoteh ringan itu dibalik diafragma, menggelegar. Dia bilang saya:
"Mereka bilang saya monyet."
do not step backward when i bark.
who knows whether i bite or sniff your fingers gently?