witch hazel

witch hazel

Sunday, 25 November 2012

SILENCE OF THE LAMBS



Keputusan Jonathan Demme memilih Jodie Foster untuk berperan sebagai Agent Starling dan Anthony Hopkins sebagai Dr. Lector sangatlah tepat, karena The Silence of the Lamb merupakan film cerita yang berangkat dari plot dan karakter (plot and character based movie). Kecermatan dalam memilih cast yang sesuai dengan naratif cerita memperkuat film ini masuk dalam kategori modern-day classic story. Bukan hanya itu, film ini dinobatkan juga sebagai best winner picture.
Tulang punggung cerita dari film ini adalah mengenai seorang trainee FBI yang ditugaskan untuk meminta bantuan kepada seorang narapidana dengan kasus pembunuhan sadis untuk menangkap pembunuh sadis lainnya.
Bisa dibayangkan seorang gadis bertemu intens dengan seorang lelaki psikopat demi mendapatkan informasi mengenai keberadaan dan kemungkinan ditangkapnya seorang pembunuh berantai. Dari titik itu muncul begitu banyak kemungkinan untuk terciptanya hubungan antar karakter yang dinamis, menarik sekaligus kompleks
Kenyataan pertama yang membuat penonton terkesima adalah garis tipis antara super pintar dan super sadis. Dapat dilihat bahwa Dr. Lecter adalah seorang manusia yang sangat pintar. Ia ahli dalam berstrategi, memprediksi masa depan, membaca masa lalu, dan menciptakan situasi sesuai keinginannya. Jonathan Demme berhasil memvisualisasikan kejeniusan Lecter. Seperti membuat adegan mengenai Miss Hester Moffet, yang merupakan sebuah anagram dari miss the rest of me.
Kenyataan berikutnya adalah bahwa ada hubungan yang lebih intimate antara Starling dan Lecter. Namun keduanya, yang sama-sama brilian, dibuat atau diolah seperti malu-malu mengakui hal ini. Sedikit demi sedikit kepedulian dan rasa perhatian mengelupas satu-persatu dari keduanya.
·       Starling datang di malam hari, kemudian dengan penuh perhatian Dr. Lecter memberikan handuk dan berkata ‘your bleeding has stopped
·       Dr. Lecter banyak berkata mengenai hubungan pribadi, seperti rasa suka Jack Crawford pada Starling.
He likes you and you likes him too’ (Dr. Lecter)
·       Keinginan Lecter untuk mengetahui Starling lebih dalam didukung dengan kuatnya keinginan Starling untuk memecahkan kasus Buffalo Bill. Sehingga muncul Quid Pro Quo. Semua informasi yang didapat mengenai Bill, harus Starling tukar dengan pertanyaan mengenai masa lalu Starling.
I tell you things, you tell me things, not about this case though, about yourself’ (Dr. Lecter)
·       Starling pelan-pelan juga menjadi perhatian pada Dr. Lecter. Ia membawakannya lukisan. Kemudian menuai komentar dari Lecter ‘people will say we’re in love’. Saat menyerahkan lukisan, Demme memutuskan untuk membuat shot dengan ukuran sangat padat memperlihatkan jari Dr. Lecter yang mengelus pipi tangan Starling.
·       Ketika film hendak berakhir,  Starling mendapat telpon dari Dr. Lecter. Ia menelpon untuk mengucapkan selamat. Ketika Starling bertanya mengenai keberadaannya, ia berkata ‘I’m having an old friend for dinner’.

Silence of the Lambs merupakan perpaduan dari banyak kesempurnaan. Selain penyutradaraan, harus diakui plot dari skenario juga begitu cerdas. Penulisnya Ted Tally mampu mengangkat cerita dari novel ke dalam skenario dengan begitu cemerlang.
·       Karena film ini berbasis psikologi, maka banyak plot, alur, karakter dan meaning yang bermain-main dalam level kesadaran tertentu. Dalam level subconscious contohnya saat Dr. Lecter bertemu Senator dari Tennessee, Ruth Martin, ia berkata :
Tell me Senator, did you breast-feed her? Toughened you nipples, didn’t it? Amputate a man’s leg and he can still feel it tickling. Tell me mom, when your little girl is on the slab, where will it tickle you?
·       Selain karakter utama, terdapat hubungan sekunder yang menarik. Seperti hubungan yang lebih dalam dari hubungan kerja antara tokoh utama Clarice Starling dengan Jack Crawford, rasa saling tidak suka antara Dr. Chilton dan Dr. Lecter.
·       Penonton dibawa masuk ke dalam dunia antara Hanibal Lecter dan Clarice Starling, yang hubungan antara dokter dan pasien, bapak dan anak, buyer and seller, ataupun antar kekasih. Hal ini menjadi zona bebas bagi interpretasi penonton.

Jonathan Demme bekerja sama dengan Tak Fujimoto sebagai penata sinematografi, berhasil menerjemahkan skenario dan membawanya kedalam dunia yang seolah-olah nyata.
Depth of Field dibuat shallow, sehingga penonton dibuat fokus melihat kepada frame dan secara intim menangkap informasi baik yang ekspilis maupun implisit.
Kamera diletakkan sangat dekat dengan garis imajiner khusus untuk shot lawan bicara Clarice Starling. Sedangkan untuk Starling  selalu terlihat berjarak dengan kamera. Camera movement selalu disesuaikan dengan naratif, dan tidak bertindak melebihi yang dituntut oleh skenario, sehingga tata kamera terasa begitu pas dan sesuai. Contohnya pada adegan buru-buru, kamera kemudian bergerak dengan track. Pada adegan yang menakutkan, kamera yang tadi statis bergerak maju dengan track.
Tak lupa Craig Mckay sebagai penyunting gambar berhasil memberikan titik klimaks dari keseluruhan cerita. Pada babak akhir, jukstaposisi gambar dan tata editing menggunakan metode paralel yang sangat pas dan menghasilkan efek yang begitu dahsyat pada film. Saat pintu diketuk, dan agent FBI hendak menyerbu markas Buffalo Bill. Ternyata Starling yang datang tepat ke rumah Bill, dan agent FBI salah sasaran. Tokoh utama protagonis kita masuk tepat ke sarang tokoh antagonis dalam cerita. Hal ini melahirkan surprise sekaligus suspense dan menghancurkan antisipasi penonton terhadap ending. Tehnik demikian menggenapi ketidakmampuan penonton menerka-nerka plot cerita.
Jonathan Demme berhak dan pantas mendapatkan piala Oscar sebagai best director. Karena keberhasilannya dalam menggambarkan posisi perempuan dalam dunia kepolisian yang berwenang (simbol dari otoritas kepemerintahan). FBI biasanya didominasi oleh laki-laki (simbol dari patriarki) dan cara Demme mengangkat hal ini ke dalam film sangatlah sesuai dan bahkan terlihat begitu cerdas.
Contohnya saat Clarice lari pagi, gerombolan lelaki melewatinya dan melihatnya dengan aneh, begitu pula saat ia menghadap Jack Crawford, rekan kerja Jack juga melihat Clarice dengan cara yang serupa yakni tatapan aneh. Saat Clarice masuk ke dalam lift dapat kita lihat juga postur tubuhnya yang begitu ‘njomplang’ dengan para lelaki yang ada di dalam lift. Tak bedanya ketika proses otopsi hendak dilangsungkan, Clarice yang menjadi satu-satunya perempuan dalam ruangan itu akhirnya berkata dengan tegas dan mengusir semua polisi lokal setempat untuk tidak mengganggu prosesi otopsi yang FBI dan tim forensik lakukan.
Jonathan Demme berhasil menyuguhkan potret perempuan dalam dunia yang begitu kental dengan dominasi patriarki dan harus berhadapan dengan penjahat psikopat yang bisa ‘memakannya’ kapan saja, baik secara fisik maupun mental.

Saturday, 24 November 2012

PS : I Love You.

Patti Smith, I Love You..