Benarkah dongeng ditulis oleh dan untuk manusia?
Sebagian dari pembaca menjengkal jarak antara kenyataan dan ilusi. Sebagian lagi merasa tidak ada yang istimewa. Sebagian merasa membaca dongeng diperlukan hanya dalam lima tahun pertama dalam hidupnya, atau hidup anaknya. Sebagian memutuskan untuk terus membaca kemudian menulis lalu hidup didalamnya. Sebagian memutuskan meneliti kolom dikoran dan melingkari tawaran demi tawaran pekerjaan.
Sebagian dari pembaca menjengkal jarak antara kenyataan dan ilusi. Sebagian lagi merasa tidak ada yang istimewa. Sebagian merasa membaca dongeng diperlukan hanya dalam lima tahun pertama dalam hidupnya, atau hidup anaknya. Sebagian memutuskan untuk terus membaca kemudian menulis lalu hidup didalamnya. Sebagian memutuskan meneliti kolom dikoran dan melingkari tawaran demi tawaran pekerjaan.
Apa saja kah yang dilakukan manusia ditahun keenam sampai akhir hayatnya, selain menghayati dongeng?
Sebagian menganggapi pertanyaan ini dengan sunggingan kecut, dirasa cukup mewakili seluruh kalimat yang mungkin sebagian isinya cerca. Sebagian akan menyergah dan berlalu, melihat arloji dan kembali diingatkan oleh detiknya yang lekas berlalu, yang meninggalkan gema detaknya dikepala, lalu kembali merengkuh rongrong waktu.
Jika cinta bukanlah dongeng, menggapa mata manusia selalu terkesima meniti aksara berisi puji atau caci akan cinta?
Sebagian akan sangsi akan keberadaan cinta dalam dunia nyata sehari-hari. “Toh pedal gas metromini akan jauh didorong, meski supir biasa menyanjung cinta dalam nyanyian malam. Berbagai panti kalang kabut menerima anaknya yang lahir dari rahim entah siapa. Dan wartawan tak pernah kehabisan bahan ulasan dengan tema pembunuhan” selorohnya. Sebagian akan menjawab tanpa bahasa dan kembali merenda harapan akan cinta, meski tahu ia akan kembali compang-camping.
Sebagian akan sangsi akan keberadaan cinta dalam dunia nyata sehari-hari. “Toh pedal gas metromini akan jauh didorong, meski supir biasa menyanjung cinta dalam nyanyian malam. Berbagai panti kalang kabut menerima anaknya yang lahir dari rahim entah siapa. Dan wartawan tak pernah kehabisan bahan ulasan dengan tema pembunuhan” selorohnya. Sebagian akan menjawab tanpa bahasa dan kembali merenda harapan akan cinta, meski tahu ia akan kembali compang-camping.
Para dewasa yang bekerja terkikik melihat orang tuanya membacakan dongeng untuk anaknya saat sarapan, sebagian haru menyeruput nostalji, sebagian tak hirau karna tangannya sibuk diatas sepatu merapatkan tali.
Apa yang mereka lakukan dalam sekotak pekerjaan, selain menyalin dongeng usang dengan jubah fiksi yang dipikir lebih baru?
Sebagian akan menimpa serapah dengan bahasa lebih indah. Sebagian tertegun sejenak menengadah menemui angan dan mencubit lengannya sendiri seolah-olah membangunkan dari mimpi. Sebagian berani terlambat untuk mendandani dongeng, barang beberapa menit menikmati rona wajah bocah yang warnanya hanya dapat diindera hati.
Siapa yang yakin bahwa Penguasa Alam tidak sedang berdongeng?
Sebagian membenarkan letak kemeja, sebagian kembali menekan tuts telepon genggam, sebagian melarikan tatapan matanya menjauh, sebagian menunduk.
Semuanya berdongeng dalam hening.